Tidak Perlu Koreksi Ketinggian pada Jadwal Shalat untuk Daerah Dataran Tinggi


T. Djamaluddin

Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, LAPAN

Gambar profil Bandung Raya (Gambar dari Mahesena Putra, Astronomi ITB)

Gambar peta Bandung Raya (Gambar dari Mahesena Putra, Astronomi ITB)

Saat Ramadhan sering ada pertanyaan tentang jadwal imsakiyah yang dikeluarkan oleh oleh Badan Hisab Rukyat atau Kantor Kementerian Agama beberapa daerah yang merupakan daerah dataran tinggi, seperti Bandung. Pada jadwal maghrib ada penambahan beberapa menit dari jadwal maghrib yang biasa digunakan pada program baku jadwal shalat (seperti yang banyak digunakan di jadwal shalat digital yang dipasang di banyak masjid). Alasannya, penambahan tersebut karena adanya koreksi ketinggian. Benarkah untuk dataran tinggi juga diterapkan koreksi ketinggian seperti pada gedung pencakar langit (misalnya koreksi jadwal shalat pada Burj Khalifa di Dubai)? Jawab singkatnya, tidak benar. Koreksi ketinggian dilakukan untuk posisi yang menjulang di atas dataran, misalnya puncak gunung atau gedung pencakar langit, bukan untuk dataran tinggi.

Profil ketinggian pada potongoan A dan B. Dataran kota Bandung pada ketinggian 700 meter dari permukaan laut).

Topografi Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat. (Gambar dari Google Earth)

Kota Bandung, Cimahi, dan sebagian Kabupaten Bandung berada di cekungan Bandung yang relatif datar pada ketinggian sekitar 770 meter dari permukaan laut (dpl). Dalam perhitungan jadwal shalat, permukaan datar dataran tinggi disamakan dengan permukaan datar di permukaan laut. Alasannya (seperti dijelaskan di Koreksi Ketinggian pada Jadwal Shalat), karena untuk permukaan datar di dataran tinggi hanyalah menambah jarak dari pusat bumi menjadi (R+t), dengan R jari-jari bumi dan t ketinggian dataran tinggi. Karena t (misalnya 770 meter = 0,77 km) jauh lebih kecil dari R (6.371 km), maka ketinggian t dapat diabaikan.

Bagaimana dengan daerah berbukit yang tidak datar? Harus dilihat kasus per kasus.

  • Daerah lembah yang ufuk baratnya lebih rendah, matahari akan tampak lebih lambat terbenam beberapa menit. Untuk ketinggian 700 meter maghribnya lebih lambat sekitar 3 menit.
  • Daerah yang datar ufuknya tampak datar juga, sehingga maghribnya tidak perlu penambahan waktu.
  • Daerah yang di ufuk baratnya ada bukit, matahari akan tampak lebih cepat terbenam beberapa menit. Pada prinsipnya di daerah tersebut maghribnya lebih cepat beberapa menit.

Lalu bagaimana membuat jadwal shalatnya? Saya sarankan tetap tanpa koreksi ketinggian, karena hanya ada beberapa kasus yang ufuk baratnya menghadap lembah. Wilayah yang arah baratnya menghadap lembah, jadwal maghribnya dikoreksi secara lokal berdasarkan pengamatan setempat.

 

2 Tanggapan

  1. Bagaimana caranya rukyat di stellarium? Saya lihat di jadwal shalat Maghrib di Mekah jam 18.48, tapi di stellarium saya lihat matahari masih tinggi, dan matahari berada di nol derajat sekitar jam 22 malam.

    • Waktu yang tercantum masih menggunakan WIB. Jadi harus dikurangi 4 jam. Maka matahari terbenam 22:48 WIB = 18:48 Waktu Arab Saudi.
      Kalau mau langsung, harus disetting waktu standar di Komputer. Pilih waktu Bagdad/Riyadh (UTC + 3).

Tinggalkan komentar