Tidak ada Perubahan Arah Kiblat


T. Djamaluddin

Profesor riset astronomi astrofisika, LAPAN

Anggota Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama RI

Saat terbaik untuk mengoreksi arah kiblat dengan bayangan matahari sekitar 16 Juli  serta revisi fatwa MUI tentang arah kiblat pada awal Juli 2010 ini diwarnai kesimpangsiuran informasi di beberapa media massa dan berimbas pada kebingungan masyarakat. Ada persepsi keliru di beberapa media massa dan di masyarakat yang  perlu diuruskan terkait arah kiblat.

Pertama, persepsi seolah arah kiblat berubah. Tidak ada mekanisme di bumi yang menyebabkan perubahan atau pergeseran arah kiblat. Gempa bumi yang terkait dengan pergeseran lempeng bumi tidak menyebabkan perubahan atau pergeseran arah kiblat. Banyaknya masjid yang arahnya tidak tepat mengarah ke Masjidil Haram di Mekkah bukan disebabkan oleh perubahan arah kiblat, tetapi disebabkan oleh ketidakakuratan pengukuran saat awal pembangunannya. Pengetahuan tentang saat-saat posisi matahari di atas Mekkah dan penggunaan internet berbasis data satelit (www.qiblalocator.com) sangat membantu masyarakat dalam penyempurnaan arah kiblat. Saat ini penentuan arah kiblat yang akurat sangat mudah dilakukan oleh siapa pun.

Kedua, persepsi seolah MUI menganjurkan masjid-masjid mengubah arah kiblatnya dari arah Barat ke Barat Laut. Ada media elektronik yang menayangkan seolah semua masjid arah kiblatnya ke Barat dan disarankan diubah ke Barat Laut, sehingga menimbulkan penolakan. Sesungguhnya fatwa MUI nomor 3/2010 (tertanggal 1 Februari 2010) hanya disempurnakan redaksionalnya dengan fatwaMUI nomor 5/2010 (tertanggal 1 Agustus 2010).

Dalam fatwa nomor 3/2010 disebutkan bahwa “Letak geografis Indonesia yang berada di bagian timur Ka’bah/Mekkah maka kiblat umat Islam Indonesia  adalah menghadap ke arah barat”. Dalam fatwa nomor 5/2010 disempurnakan menjadi “Kiblat umat Islam Indonesia  adalah menghadap ke barat laut dengan posisi bervariasi sesuai dengan letak kawasan masing-masing”.

Masjid yang sudah benar arahnya (antara lain Masjid Istiqlal di Jakarta), yaitu mengarah ke arah 25 derajat dari Barat ke Barat Laut, tidak perlu diubah arahnya. Masjid-masjid yang arahnya belum tepat bisa disempurnakan dengan cara melihat matahari dan bayangannya sekitar 28/29 Mei pukul 16.18 WIB dan sekitar 15/16 Juli pukul 16.27 atau menggunakan fasilitas internet di http://www.qiblalocator.com atau dengan pengukuran oleh ahli falak/astronomi. Penyempurnaan arah kiblat cukup dengan mengubah arah shaf.

Berapa toleransi akurasi pengukuran arah kiblat? Perhitungan saya berdasarkan garis pada qiblalocator, penyimpangan arah qiblat bangunan perluasan di Masjid Nabawi sekitar 4 derajat. Masjid aslinya kalau dilihat dari sisi Timur bilik Rasulullah (yang sekarang menjadi makam Rasulullah) arah qiblatnya sangat tepat. Definisi akurasi memang relatif, tergantung rujukannya. Akurasi matematis adalah 0,5 skala terkecil alat ukurnya. Menurut saya, akurasi praktis sepanjang penyimpangannya tidak tampak pada barisan shaf jamaah atau sikap tubuh. Untuk masjid baru yang sedang dibangun, sangat disarankan untuk menggunakan definisi akurasi matematis. Untuk mengevaluasi masjid lama dan memutuskan toleransi penyimpangan, saya sarankan gunakan definisi akurasi praktis agar tidak menyulitkan ummat.

Baca tulisan terkait:

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/05/25/arah-kiblat-tidak-berubah/

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/12/10/arah-qiblat-masjid-nabawi-dan-masji-kobe/

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/04/15/menyempurnakan-arah-kiblat-dari-bayangan-matahari/

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/12/14/program-arah-qiblat/