DIPI: Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia, Darah Segar Bangkitkan Penelitian Indonesia

T. Djamaluddin

Kepala LAPAN

DIPI-0

Direktur Eksekutif dan Dewan Pengarah Ilmiah DIPI (Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia) saat peresmian DIPI.

Saya menghadiri peresmian DIPI/ISF (Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia/Indonesian Science Fund) di Gedung Kementerian Keuangan, Rabu, 30 Maret 2016. Saya menilai berdirinya DIPI bisa menjadi darah segar yang membangkitkan penelitian Indonesia mengejar ketertinggalannya. Berikut ini catatan saya dari pertemuan tersebut dilengkapi dengan bahan dokumen AIPI “SAINS45: Agenda Ilmu Pengetahuan Indonesia Menyongsong Satu Abad Kemerdekaan“.

DIPI adalah lembaga mandiri di bawah naungan AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang menyediakan pendanaan berkelanjutan bagi penelitian fundamental di garis depan (frontiers) berdasarkan kualitas, orisinalitas gagasan, dan kapabilitas. DIPI didukung oleh LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan), Australian Aid, US-AID, dan UK-Newton Fund. Berikut info grafis yang memberi gambaran lengkap tentang DIPI:

DIPI-0

DIPI dengan lembaga nasional dan internasional pendukungnya.

DIPI-1

Mekanisme pendanaan DIPI tidak terikat dengan siklus tahunan anggaran negara.

DIPI-2

DIPI memberikan hibah untuk penelitian fundamental di garis depan (frontier) berdasarkan kompetisi.

DIPI-3

Penelitian yang didanai dikelompokkan dalam 8 Bidang.

Apa yang dimaksud penelitian “fundamental di garis depan (frontier)”? DIPI merujuk pada dokumen AIPI “SAINS45: Agenda Ilmu Pengetahuan Indonesia Menyongsong Satu Abad Kemerdekaan“, yaitu 45 tantangan ilmiah yang dikelompokkan dalam 8 bidang (mengambil filosofis 17-8-1945).  Berikut ini garis besar 8 Bidang dengan 45 tantangan ilmiah yang harus dijawab:

I. IDENTITAS, KERAGAMAN, DAN BUDAYA
1. Apa yang Menjadikan Indonesia “Indonesia”?
2. Torang Samua Basudara: Satu Bangsa di Tengah Keragaman
3. Nasionalisme di Era Transnasionalisme, Bagaimana Bertahan?
4. Bagaimana Teknologi Akan Membentuk Ulang Kemanusiaan?
5. Nusantara, Tapak Perjalanan Evolusi Manusia?
6. Arsitektur Sains Berubah: Bagaimana Indonesia Menghadapinya?

II. KEPULAUAN, KELAUTAN, DAN SUMBER DAYA HAYATI
7. Megabiodiversitas: Bagaimana ‘Bahtera Nuh’ Ini Akan Bertahan?
8. Merawat Keragaman Hayati Laut adalah Merawat Masa Depan
9. Di Laut Kita Jaya?
10. Pada Lautan, Bisakah Kita Sandarkan Masa Depan?
11. Kemiskinan Masyarakat Pesisir: Ironi dalam Kelimpahan
12. Potensi Laut Dalam yang Serba Ekstrem

III. KEHIDUPAN, KESEHATAN, DAN NUTRISI
13. Apakah Kita Apa yang Kita Makan?
14. Kuman Mengalir Sampai Jauh: Memahami Interaksi dengan Hewan, Manusia, dan Lingkungan
15. Tantangan Kini dan Masa Depan: Bagaimana Melawan Infeksi Secara Cerdas?
16. Menyigi Nusantara, Mencari Obat
17. Panjang Umurnya Serta Mulia: Bagaimana Tetap Sehat di Usia Tua?
18. Bagaimana Mengantisipasi Penduduk yang Akan Menua?
19. Setelah Sel Punca, Apa Lagi?

IV. AIR, PANGAN, DAN ENERGI
20. Air untuk Semua: Bagaimana Mengamankannya?
21. Pertanian Lebih Pintar untuk Pangan Lebih Banyak
22. Selain Pangan, Bisakah Vaksin dan Obat Dipanen di Ladang Pertanian?
23. Panas Bumi Andalan Energi Kita

V. BUMI, IKLIM, DAN ALAM SEMESTA
24. Memahami Pergolakan Perut Bumi Pertiwi
25. Hutan Tropis: Cuma Ditebang, Sampai Kapan?
26. Limbah Jadi Berkah, Caranya?
27. Memaknai Benua Maritim Indonesia
28. Karbon dan Perubahan Iklim: dari Bumi, Bagaimana Kembali ke Bumi?
29. Dari Khatulistiwa Meneropong Semesta

VI. BENCANA DAN KETAHANAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA
30. Hidup di Atas Bumi yang Terus Bergerak
31. Menakar Bencana Laten di Pesisir dan Laut
32. Hidup Serumah dengan Bencana

VII. MATERIAL DAN SAINS KOMPUTASI
33. Mengindra Bumi, Menghitung Kado Alam
34. Mencari Teknologi Hijau Tambang: dari Alam hingga Ladang
35. Menjaring Energi Matahari, Mari Mencari Jalanya!
36. Industri Strategis: Perlu Desain Material Seperti Apa?
37. Sains Komputasi dan Sistem Kompleks bagi Indonesia

EKONOMI, MASYARAKAT, DAN TATA KELOLA
38. Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Ekonomi, Mungkinkah?
39. Dicari! Institusi yang Menjamin dan Mendorong Kemakmuran
40. Orang Muda Akan Terus Menulis Sejarah Indonesia?
41. Bagaimana Bentuk Baru Ketimpangan dan Kemiskinan di Masa Depan?
42. Bagaimana Menapis Banjir Informasi?
43. Kebijakan Publik dan Republik: Bagaimana Dirumuskan?
44. Pendidikan yang Membangun Manusia
45. Untuk Manusia dan Kemanusiaan, di mana Hukum Harus Berdiri?

Info lebih lanjut, silakan kontak DIPI:

DIPI-4

Pengembangan Iptek Penerbangan dan Antariksa Menuju Indonesia Maju dan Mandiri

Thomas Djamaluddin
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

(Dimuat di situs lapan.go.id, 28 Maret 2016)

Hasil LAPAN-A2

 Citra terbaru daerah Batam dari satelit LAPAN-A2 dibandingkan dengan citra lama dari Google Earth.

Dua teknologi yang saat ini tidak bisa lagi ditinggalkan dalam kehidupan manusia modern adalah teknologi informasi dan teknologi antariksa. Bukan hanya dalam skala besar negara dan korporasi, tetapi juga dalam skala mikro individual. Tulisan ini memfokuskan pada teknologi antariksa dan iptek yang terkait dengannya. Teknologi antariksa bukan lagi kebutuhan negara-negara maju, tetapi semua negara membutuhkannya untuk berbagai sektor kehidupan.

Telekomunikasi dan media massa saat ini sangat bergantung pada teknologi satelit. Sektor perekonomian juga sangat dipermudah dengan berbagai fasilitas komunikasi data yang mengandalkan satelit. Pertanian sangat membutuhkan data satelit terkait dengan prakiraan iklim dan fase pertumbuhan tanaman untuk pemantauan skala nasional. Sektor kehutanan tidak bisa lagi mengandalkan pemantauan konvensional, saat ini sudah sangat bergantung pada satelit penginderaan jauh. Sektor kemaritiman untuk Indonesia yang sebagian besar wilayahnya berupa laut, mutlak memerlukan satelit. Itulah beberapa contoh kehidupan manusia modern dalam skala besar. Untuk skala mikro individu, manusia modern sangat bergantung pada gadget yang secara operasional tidak bisa optimal tanpa penggunaan satelit.

Indonesia sejak 1976 menjadi negara pengguna satelit komunikasi, ketiga setelah Amerika Serikat dan Kanada. Sejak 1980-an pula Indonesia memanfaatkan data-data penginderaan jauh dari satelit internasional. Indonesia sudah lama menjadi negara yang bergantung pada teknologi antariksa. LAPAN, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, yang dilahirkan 1963 mempunyai misi untuk membangun kemandirian teknologi antariksa, juga teknologi yang terkait dengannya, teknologi aeronotika atau penerbangan. Cita-cita besar itu diperkuat dengan lahirnya Undang-undang Nomor 21 tahun 2013 tentang Keantariksaan. Di dalam undang-undang itu diamanatkan LAPAN menjadi lembaga penyelenggara keantariksaan.

Dalam menyelenggarakan tugas fungsinya, LAPAN membangun empat kompetensi: (1) sains antariksa dan atmosfer, (2) teknologi penerbangan, roket, dan satelit, (3) penginderaan jauh, dan (4) kajian kebijakan penerbangan dan antariksa. Untuk memberikan arah yang jelas, LAPAN mempunyai visi menjadi pusat unggulan penerbangan dan antariksa untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan mandiri. Sebagai pusat unggulan, dua indikator utamanya adalah unggul pada empat kompetensi tersebut dan unggul pada layanan informasi dan produk teknologinya.

Untuk memfokuskan program pengembangan iptek penerbangan dan antariksa, LAPAN mempunyai satu program besar, yaitu reformasi birokrasi, antara lain dengan membenahi tata kelola organisasi dan meningkatkan layanan publik. Untuk memfokuskan pengembangan kompetensi, LAPAN mempunyai tujuh program utama pengembangan: (1) Sistem pendukung keputusan (DSS) cuaca antariksa, (2) Sistem pendukung keputusan dinamika atmosfer ekuator, (3) teknologi pesawat transport dan sistem pemantau maritim berbasis pesawat tanpa awak, (4) teknologi satelit, (5) teknologi roket sonda menuju roket peluncur satelit, (6) bank data penginderaan jauh nasional, dan (7) sistem pemantau bumi nasional.

Beberapa Capaian

Cuaca antariksa adalah kondisi dinamis di lingkungan antariksa antara matahari dan bumi yang dipengaruhi oleh aktivitas matahari. Dalam bahasa awam yang kini sudah dikenal, cuaca antariksa terutama terkait kemungkinan badai matahari yang berdampak pada kala hidup satelit dan teknologi lain yang dipengaruhinya. LAPAN adalah satu-satunya lembaga di Indonesia yang memantau dan memberikan layanan informasi terkait dengan cuaca antariksa. Di situs web, LAPAN menyediakan informasi rutin harian terkait cuaca antariksa dengan sistem SWIFTs (Space Weather Information and Forcast Services).

Dinamika atmosfer dipantau dengan memanfaatkan satelit cuaca dan model atmosfer untuk memberikan informasi potensi cuaca ekstrem. Sebagai pelengkap informasi cuaca oleh BMKG, LAPAN mengembangkan juga SADEWA, (Satellite based Disaster Early Warning System). Sistem ini diintegrasikan dengan sistem lainnya, misalnya dengan informasi zona potensi penangkapan ikan, untuk memberikan informasi kepada para nelayan sebelum melaut. Dengan informasi itu, nelayan bisa menuju zona yang banyak ikannya dan melaut dengan memperhitungkan ada tidaknya cuaca ekstrem di laut.

Teknologi pesawat transport dikembangkan bekerjasama dengan PTDI. Saat ini telah dikembangkan pesawat N219 (bermesin ganda untuk 19 penumpang) yang telah diperkenalkan bentuk fisiknya dan direncanakan terbang perdana pada 2016 dan diproduksi 2017. Program selanjutnya adalah pengembangan varian N219 dan generasi berikutnya N245 dan N270 sesuai dengan kebutuhan pasar penerbangan di Indonesia. Kondisi geografis Indonesia yang khas, terutama di daerah terpencil, menuntut adanya pesawat yang bisa mengatasi kendala yang ada, antara lain landasan pendek dan berbukit-bukit.

N-219

Penampilan perdana pesawat N219 hasil kerjasama LAPAN dengan PTDI

Sistem pemantau wilayah maritim yang luas memang lebih efektif menggunakan satelit. Tetapi kondisi berawan sering menjadi kendala. Sementara pemantauan dengan pesawat terbang secara konvensional juga sangat mahal. Maka dikembangkan inovasi sistem pemantau maritim berbasis pesawat tanpa awak. Generasi ketiga pesawat tanpa awak (LAPAN Survaillance UAV, LSU-03) yang dikembangkan LAPAN telah memecahkan rekor MURI untuk terbang otonomus dari Garut menuju Pangandaran sampai Cilacap, pergi pulang dengan penerbangan terprogram. Jarak yang ditempuh 340 km dalam waktu 3,5 jam. Kendala bahan bakar dalam mempertahankan lama terbang akan dikombinasikan juga dengan energi matahari. Varian lebih besar LSU-05 disiapkan untuk membawa muatan lebih besar dan jarak jangkau yang lebih jauh. Sistem pemantau maritim berbasis pesawat tanpa awak sedang dikembangkan LAPAN.

Cita-cita untuk mempunyai roket peluncur satelit dikejar secara bertahap melalui pengembangan roket sonda, roket penelitian atmosfer. Fungsi ganda roket, untuk keperluan sipil dan militer, menjadi kendala dalam membangun kemampuan teknologi roket. Sungguh tidak mudah untuk menyekolahkan para peneliti/perekayasa untuk mendapatkan pendidikan lanjut bidang roket. Demikian juga untuk mendapatkan bahan baku tabung, nozel, dan bahan bakar roket (propelant) yang berkualitas tinggi sangat sulit. Capaian saat ini roket berdiameter 120 mm dan 220 mm dianggap telah mempunyai kinerja yang semakin baik. Roket berdiameter 320 mm dan 450 mm telah diujiterbangkan, sementara roket berdiamater 550 mm masih uji statik. Kestabilan trayektori roket juga terus ditingkatkan.

Kemampuan pengembangan satelit dimulai dengan satelit generasi awal hasil bimbingan TU Berlin (satelit LAPAN-A1/LAPAN-TUBSat) yang telah mengorbit sejak 2007 pada ketinggian 630 km. Walau kala hidup orbital bisa sampai 50 tahun, kala hidup operasionalnya sangat terbatas. Dari prakiraan kala hidup operasional hanya 2 tahun, ternyata LAPAN-A1 bisa bertahan selama 6 tahun, berkat kondisi cuaca antariksa yang tidak terlalu ekstrem sejak 2017-2013. Generasi satelit berikutnya murni dibuat di faslitas LAPAN, yaitu satelit LAPAN-A2/LAPAN-Orari, walau untuk peluncurannya masih menggunakan roket Inidia. Saat ini satelit LAPAN-Orari telah berada di orbit pada ketinggian 650 km dan semua missinya telah berfungsi dengan baik. Satelit berikutnya LAPAN-A3/LAPAN-IPB sedang diintegrasikan dan diuji untuk diluncurkan 2016.

Bank data penginderaan jauh nasional dikembangkan dengan meningkatkan kemampuan akuisisi data dan sistem layanan datanya. LAPAN mempunyai dua stasiun bumi utama penerima citra satelit, di Pare-pare dan Bogor. Stasiun bumi di Pare-pare bisa mengakuisisi citra satelit sampai resolusi 1,5 meter. Untuk citra satelit resolusi sangat tinggi (sampai resolusi 0,5 meter) diadakan dengan pengadaan citra komersial. Untuk pembuatan rencana detil tata ruang diperlukan citra satelit resolusi tinggi dan sangat tinggi. LAPAN telah memberikan layanan data citra satelit kepada semua kementerian, lembaga, dan daerah secara gratis karena menggunakan lisensi pemerintah. Menurut Undang-undang Keantariksaan, pengoperasian dan pengembangan stasiun bumi hanya dapat dilakukan oleh LAPAN.

Sistem pemantau bumi nasional adalah sistem informasi penginderaan jauh yang memberikan layanan informasi kondisi lingkungan dan sumber daya alam. Dengan sistem tersebut, LAPAN memberikan layanan informasi tanggap darurat bencana berupa citra satelit resolusi tinggi pra- dan pasca-bencana letusan gunung, gempa, tanah longsor, dan banjir. Dengan informasi tersebut evakuasi korban dan pengendalian dampaknya dapat segera dilakukan. LAPAN juga memberikan informasi kebakaran lahan dan hutan untuk penanggulangannya. Informasi zona potensi penangkapan ikan juga diberikan rutin harian, sehingga bisa meningkatkan produktivitas penangkapan ikan. Informasi pertumbuhan padi juga diberikan kepada Kementerian Pertanian untuk membantu manajemen distribusi pupuk dan prakiraan panen secara nasional.

Itulah beberapa capaian LAPAN dalam mewujudkan Indonesia maju dan mandiri di bidang penerbangan dan antariksa. Dengan segala keterbatasan jumlah SDM dan anggaran, LAPAN bertekad menjadi pusat unggulan secara bertahap. LAPAN mempunyai slogan sebagai ungkapan visi, “LAPAN unggul untuk Indonesia maju, LAPAN melayani untuk Indonesia mandiri”.

Satelit LAPAN-A2 Mengejar Bayangan Gerhana Matahari Total 9 Maret 2016

T. Djamaluddin

Kepala LAPAN

Rekaman Satelit LAPAN-A2Daratan yang terekam kamera Satelit LAPAN A-2 sebelum memasuki wilayah gelap GMT.

Kamera Video di Satelit LAPAN A2 melintas dari Barat ke Timur pada saat gerhana matahari total (GMT) melintasi Halmahera, 9 Maret 2016. Rekaman video dimulai dari Sulawesi Utara menuju Halmahera mulai sekitar pukul 08.52.00 WITa (09.52.00 WIT) sampai 09.53.20 WIT. Tampak sebagian daratan Sulawesi Utara dan awan di atas laut. Memasuki perairan Maluku dan daratan Maluku Utara, Satelit merekam kegelapan mulai pukul 09.52.41 WIT sampai 09.53.18 WIB saat bayangan umbra melintasi Maluku Utara. Satelit melintas di atas Ternate pukul 09.52.57 WIT saat Ternate mengalami kegelapan akibat GMT mulai pukul 09.51.43 – 09.54.14 WIT. Lalu satelit LAPAN A2 kembali merekam akhir kegelapan bayangan umbra dengan ketampakan awan yang jelas saat melintas perairan Halmahera Timur pada pukul 09.53.18 WIT. Itu artinya, gerak satelit LAPAN-A2 lebih cepat daripada gerak bayangan umbra.

Jalur GMT sekitar jalur pantau LAPAN-A2

Jalur GMT di sekitar jalur pemantauan satelit LAPAN-A2

GMT-dari LAPAN A2

Jalur pemantauan satelit LAPAN-A2. Garis biru (bawah) adalah jalur lintasan satelit. Garis merah (tengah) adalah jalur pusat GMT. Jalur hijau (atas) adalah jalur yang direkam kamera satelit. Kegelapan akibat GMT terekam mulai titik bertanda “Start Dark” sampai “End Dark”.

Total

GMT 9 Maret yang direkam dari darat dengan teleskop LAPAN.

Video rekaman kamera Satelit LAPAN A-2. Satelit bergerak dari Barat ke Timur. Pada video, sebelah atas Selatan, kiri adalah Timur. Jadi Satelit bergerak ke arah Timur (kiri), sehingga tampak awan dan daratan bergerak ke kanan.

Pengamatan Gerhana Matahari Total 9 Maret 2016 di Parigi

T. Djamaluddin

Kepala LAPAN

Total

Alhamdulillah, waktu gerhana matahari total (GMT) yang sekian lama dinanti akhirnya datang juga, Rabu 9 Maret 2019. Satu kekhawatir soal cuaca pun sirna. Pagi itu di lokasi Sail Tomini, Parigi, Sulawesi Tengah, cuaca cukup cerah dengan sedikit awan. Pagi itu dijadwalkan pengamatan GMT akan diawali dengan shalat gerhana dengan imam Prof. Dr. Said Agil Husin Al-Munawar, Menteri Agama 2001-2004, dan khatib Kepala LAPAN, Prof. Dr. Thomas Djamaluddin. Lokasinya di area Sail Tomoni yang saat itu juga menjadi lokasi Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Provinsi Sulawesi Tengah.

DSC_0185

Lokasi MTQ (area dengan tenda setengah lingkaran) menjadi lokasi shalat gerhana dan pengamatan publik GMT

Jadwal gerhana di lokasi Sail Tomini: Kontak tertama pukul 07.28 WITa, total 08.38.37 – 08.40.00 (totalitas sekitar 1,5 menit), dan gerhana berakhir pukul 10.01. Pukul 07.00 jamaah sudah berdatangan. Sekitar 500 kacamata gerhana sumbangan LAPAN dibagikan kepada para jamaah. Sebelum shalat dan pengamatan gerhana, Prof. Said Agil menjelaskan tata cara shalat gerhana. Lalu saya menjelaskan waktu gerhana dan tata cara pengamatan gerhana. Saya jelaskan bahwa melihat gerhana matahari secara langsung aman, asal berhati-hati dan jangan lama-lama. Kacamata gerhana digunakan jangan lama-lama dan bisa bergantian.

Pukul 07.30 mulai tampak jelas sisi kanan atas matahari mulai tergelapi oleh bulan. Saya menginformasikan kepada para jamaah bahwa gerhana sudah berlangsung dan agar para jamaah bersiap untuk shalat gerhana. Shalat dimulai pukul 07.37 sampai 08.08. Setelah itu saya menyampaikan khutbah shalat gerhana sampai sekitar pukul 08.20 dan dilanjutkan pengamatan gerhana. Panitia juga menyiapkan layar lebar yang menampilkan perkembangan gerhana. Masyarakat mengamati gerhana secara langung dengan kacamata gerhana dan melihat citra gerhana dari kamera panitia di layar lebar. Sampai akhirnya pukul 08.37 matahari makin tipis, walau tetap menyilaukan, dan suasana makin redup.

2016-03-09 07.32.19

Awal gerhana sesuai jadwal dibuktikan dulu dengan pengamatan (terlihat gerhana dimulai dari bagian kanan atas piringan matahari). Filter floppy disk sebagai alternatif kacamata matahari (Foto TD).

Saya menyampaikan khutbah shalat gerhana matahari (Foto Humas LAPAN)

IMG_4260Seusai jadi khatib, saya bersiap mengabadikan gerhana dengan kamera DSLR biasa. (Foto Humas LAPAN)

DSC_0192

Fase gerhana matahari sebagian dipotret dengan kamera DSLR dengan filter bekas floppy disk. (Foto TD)

2016-03-09 08.24.00

Seusai shalat gerhana, pukul 08.24 WITa. Layar lebar menampilkan perkembangan gerhana. (Foto TD)

2016-03-09 08.36.24

Detik-detik menjelang total. Matahari makin tipis (tampak di layar lebar), walau masih menyilaukan (tampak cahaya matahari di atas). Suasana makin redup. (Foto TD)

Akhirnya, pukul 08.38.37 tampak bulan mulai menutupi matahari. Matahari tampak seperti cincin permata (Diamond ring) karena menyisakan celah cahaya terang di lembah bulan, sebelum bulan menutup sempurna. Lalu terdengar teriakan orang banyak, “Allahu Akbar (Allah Mahabesar) … Subhanallahu (Allah Mahasuci)”. Orang-orang bertakbir dan bertasbih berulang-ulang. Di langit terpampang korona matahari yang tidak pernah terlihat sebelumnya. Tak terasa mata saya basah, karena terharu luar biasa kembali berkesempatan untuk ketiga kalinya (18 Maret 1988 di Bangka, 24 Oktober 1995 di Tahuna, dan 9 Maret 2016 di Parigi) menyaksikan korona matahari yang proses munculnya luar biasa indahnya. Bersama masyarakat, di tengah temaram kegelapan GMT, tak henti bibir bertakbir dan bertasbih, sambil berupaya memotret dengan kamera DSLR. Planet Venus tampak cemerlang di langit. Ternyata bukan hanya planet Venus, planet Merkurius pun terekam di foto yang  saya ambil.

DSC_0203

Korona matahari tampak indah di langit, seolah muncul tiba-tiba setelah matahari sempurna tertutup oleh bulan. (Foto TD)

Korona-Merkurius-Venus

Suasana temaram dengan korona matahari yang sangat indah dipenuhi suara takbir dan tasbih berulang-ulang. Tampak juga planet Merkurius (titik redup ditunjuk tanda panah merah) dan planet Venus (titik terang ditunjuk tanda panah merah). (Foto TD)

Di lokasi Sail Tomini, Parigi, GMT hanya berlangsung 1,5 menit. Tetapi waktu yang singkat itu sungguh memberi kesan mendalam. GMT akhirnya berakhir dengan munculnya cicin permata terakhir di kiri atas piringan matahari. Walau baru secercah cahaya matahari yang menembus lembah bulan, cahayanya cukup menyilaukan. Akhirnya suasana kembali terang dan proses gerhana berakhir pukul 10.01 WITa.

DSC_0210

Akhir GMT ditandai dengan “cincin permata” terakhir di sisi kiri atas matahari (terlihat di layar lebar). Walau baru secercah, cahayanya cukup menyilaukan (tampak cahaya menyilaukan di atas). (Foto TD)

DSC_0212

Suasana kembali terang pasca GMT. Walau matahari masih dalam kondisi gerhana matahari sebagian, cahayanya sangat menyilaukan. Tanpa filter, matahari tidak menampakkan proses gerhana sebagian karena terlalu silau. (Foto TD)

DSC_0214

Gerhana matahari sebagian pasca-total, dipotret dengan filter film rongent. (Foto TD)

Selain memotret dengan kamera DSLR biasa untuk menangkap suasana, Tim LAPAN di Parigi merekam seluruh  proses gerhana dengan menggunakan teleskop. Berikut hasil pengamatan dengan teleskop: beberapa rangkaian gerhana sebagian pra-total, munculnya cincin permata pertama, GMT, cincin permata terakhir, dan gerhana sebagian pasca-total.

2016-03-09 09.06.20

Proses gerhana diamati dengan teleskop dan direkam ke laptop. (Foto TD)

Pra-total 1

Matahari dengan beberapa bintik matahari mulai tertutupi bulan dari sisi kanan atas. (Foto dari Video Tim LAPAN)

Pra-total 2

Gerhana matahari sebagian pra-total. (Foto dati Video Tim LAPAN)

Pra-total 3

Gerhana sebagian pra-total (Foto dari Video Tim LAPAN)

Awal total

Cincin permata (diamond ring) pertama, awal GMT. (Foto dari Video Tim LAPAN)

Total

Korona matahari saat GMT. Terlihat juga ada prominensa (“lidah api”) di sisi kiri (utara). (Foto dari Video Tim LAPAN)

Akhir - Total

Cincin permata terakhir, mengakhiri GMT. (Foto dari Video Tim LAPAN)

Pasca-Total 1

Gerhana matahari sebagian pasca-total. (Foto dari Video Tim LAPAN)

Pasca-Total 2

Gerhana matahari sebagian pasca-total. (Foto dari Video Tim LAPAN)

Pasca-Total 3

Bulan meninggalkan piringan matahari dari sisi kiri bawah. (Foto dari Video Tim LAPAN)

Intisari Khutbah Shalat Gerhana Matahari Total, 9 Maret 2016

T. Djamaluddin
Profesor Riset Astronomi-Astrofisika LAPAN

GMT 18 Mar 1988 - Penyak Bangka

[Inti sari bahan khutbah shalat gerhana matahari total di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, 9 Maret 2016 –Naskah bahasa Arab tidak dituliskan).

Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS Yunus:5).

Jamaah Rahimakumullah,

Bayangkan suasana suatu pagi di Madinah ketika Rasullah memakamkan putra beliau, Ibrahim, yang wafat pagi itu. Suasananya mirip pagi ini. Di langit Timur terlihat matahari tidak sempurna bulatnya. Bagian atasnya tampak menghitam yang makin lama hampir menghilangkan seluruh bundaran matahari. Orang-orang ketakutan.

Di dalam hadits Abû Burdah dari Abû Mûsâ Radhiyallâhu ‘anhu, dikisahkan peristiwa gerhana di Madinah:

“Ketika terjadi gerhana matahari, Nabi SAW langsung berdiri terkejut dan merasa ketakutan kiamat akan datang. Beliau pergi ke masjid dan melakukan sholat yang panjang berdiri, ruku’, dan sujudnya. Setelah itu Nabi bersabda, “Gerhana ini adalah tanda-tanda dari Allah, bukan disebabkan karena kematian atau kelahiran seseorang. Namun gerhana ini terjadi supaya Allah menakuti hamba-hamba-Nya. Apabila kalian melihat sesuatu dari gerhana, maka takutlah dan bersegeralah berdzikir kepada Allah, berdoa, dan memohon ampunan-Nya.” (Muttafaq ‘Alaihi)

Rasullah SAW mengajarkan tauhid, tidak mengaitkan fenomena gerhana dengan mitos. Gerhana bukan karena kematian atau kelahiran seseorang. Bukan pula karena matahari dimakan raksasa atau makhluk yang tak masuk akal. Tetapi gerhana adalah tanda-tanda kekuasaan Allah. Allah lah yang mencipkan matahari dan bulan sebagai tanda-tanda kekuasaan-Nya. Belakangan diketahui bahwa gerhana matahari adalah bagian dari keteraturan sistem matahari-bulan-bumi.

Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS Yunus:5).

Ya, gerhana hanyalah salah satu tanda kebesaran dan kekuasaan Allah. Dengan sains, kita bisa lebih banyak mempelajari ayat-ayat-Nya di alam ini. Gerhana memberi banyak bukti bahwa alam ini ada yang mengaturnya. Allah yang mengatur peredaran benda-benda langit sedemikian teraturnya sehingga keteraturan tersebut bisa diformulasikan untuk prakiraan.

Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya) dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. (QS Ibrahim:33)

Matahari dan bulan beredar pada orbitnya masing-masing, bagaimana bisa menyebabkan gerhana? Pada awalnya orang-orang menganggap bumi diam, bulan dan matahari yang mengitari bumi dalam konsep geosentris. Kemudian berkembang pemahaman matahari yang diam sebagai pusat alam semesta, benda-benda langit yang mengitarinya, dalam konsep heliosentris. Bulan dan matahari juga dianggap punya cahayanya masing-masing. Tetapi Al-Quran memberi isyarat, bahwa walau terlihat sama bercahaya, sesungguhnya bulan dan matahari berbeda sifat cahayanya dan gerakannya.

Jamaah Rahimakumulah,

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (QS Ali Imran:190-191).

Hanya ulil albaab (orang-orang yang berfikir dengan iman) yang mau merenungi makna gerhana dan mengambil hikmahnya. Gerhana kadang tampak menakutkan. Secara perlahan matahari menjadi gelap sebagian, lalu selama beberapa saat matahari berada pada fase gelap total, dan kemudian secara perlahan matahari kembali pada wujudnya yang cemerlang. Semestinya gerhana bisa menjadi bagian untuk direnungkan hakikatnya dan rahasia di balik fenomena langka tersebut.

Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam, Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan. Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk pelepah yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (QS Yaasiin: 37-40).

Walau tampak matahari dan bulan berjalan pada jalur yang sama, tidak mungkin keduanya bertabrakan atau saling mendekat secara fisik, karena orbitnya memang berbeda. Perjumpaan bulan dan matahari saat gerhana matahari hanyalah ketampakannya, ketika matahari tampak terhalang oleh bulan yang berada di antara matahari dan bumi. Gerhana matahari telah menjadi bagian perkembangan ilmu hisab untuk memprakirakan peredaran bulan, sehingga awal bulan qamariyah kini bisa dihitung makin akurat.

Gerak harian bulan dan matahari, terbit di Timur dan terbenam di Barat, hanya merupakan gerak semu. Karena sesungguhnya bumilah yang bergerak. Bumi berputar pada porosnya sekali dalam sehari sehingga siang dan malam silih berganti dan benda-benda langit pun tampak terbit dan terbenam, seperti halnya bulan dan matahari. Sesungguhnya gerak yang terjadi bukan hanya bumi yang berputar pada porosnya, tetapi juga bulan dan matahari beredar pada orbitnya. Bulan mengorbit bumi, sementara bumi mengorbit matahari, dan matahari pun tidak diam, tetapi bergerak juga mengorbit pusat galaksi.

Gerhana matahari total telah dijadikan alat penelitian fisika matahari sehingga kini kita mengenal lebih baik lagi tentang hakikat matahari sebagai bintang yang menghasilkan energinya sendiri, di dalam Al-Qur’an disebut “Dhiya” (bersinar) yang berbeda sifat dari bulan yang disebut “Nuura” (bercahaya). Gerhana matahari total juga telah menjadi bagian dari pembuktian fisika modern yang menyatakan bahwa benda bermassa besar, seperti matahari, bisa membelokkan cahaya. Itu terlihat dengan bergesernya posisi bintang di dekat matahari saat gerhana matahari total, dibandingkan dengan posisi sebenarnya.

Jamaah Rahimakumulah,

Sains menjelaskan fenomena yang sesungguhnya. Sains menghilangkan mitos dan meneguhkan keyakinan akan kekuasaan Allah. Gerhana kita ambil hikmahnya, bahwa Allah menunjukkan kebesaran-Nya dan kekuasaan-Nya dengan fenomena itu. Keteraturan yang luar biasa yang Allah ciptakan memungkinkan manusia menghitung peredaran bulan untuk digunakan dalam perhitungan waktu dan digunakan untuk memprakirakan gerhana. Mari kita buktikan bahwa sebentar lagi matahari akan tertutup sempurna oleh bulan. Proses gerhana matahari total akan berlangung singkat namun ketampakan korona sungguh mengagumkan. Subhanallah.  Korona tak pernah tampak karena kalah oleh cahaya matahari yang sangat kuat. Namun ketika, matahari tertutup bulan, korona menampakkan dirinya.

Ketika kita menyaksikan kebenaran prakiraan sains, bukan kebanggaan intelektual yang kita tunjukkan melainkan ungkapan:

Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau (dari segala kekurangan), maka (ampunilah segala kesalahan penjelahahn intelektual kami dan) peliharalah Kami dari siksa neraka.

Jamaah Rahimakumulah,
Setelah kita melaksanakan shalat gerhana dan merenungi hikmah di balik itu, marilah kita akhiri khutbah ini dengan mohon ampunan dan mohon kekuatan untuk menjejaki kehidupan kita selanjutnya.

…. (Doa)