Simplifikasi KHGT Abaikan Keberadaan Pengamal Rukyat

Thomas Djamaluddin

Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, BRIN

Anggota Tim Hisab-Rukyat Kementerian Agama

Garis tanggal menurut kriteria Turki (dari Program FALAK NU)
Garis tanggal menurut kriteria MABIMS (dari Program FALAK NU)

Prof. Syamsul Anwar memberikan sosialisasi tentang KHGT (Kalender Hijriyah Global Tunggal) salah satunya di situs ini. Supaya terlihat canggih, digunakan ilustrasi 100 tahun ke depan, idul fitri pada 1548 H/2124 M. Untuk lebih memberikan gambaran yang nyata, saya berikan gambaran visual grafis dari program FALAK NU (dikembangkan oleh Dr. Khafid, dari LFNU).

Pada gambar atas ditunjukkan garis tanggal kriteria Turki (tinggi bulan minimal 5 derajat, elongasi geosentrik 8 derajat, gambar arsir hijau). Kriteria Turki terpenuhi pada 16 Maret 2124, maka menurut KHGT Idul Fitri 17 Maret 2124. Jelas tergambar KHGT tidak mempertimbangkan rukyat sama sekali.

Pada gambar bawah ditunjukkan garis tanggal kriteria MABIMS (tinggi bulan minimal 3 derajat, elongasi geosentrik 6,4 derajat, gambar arsir biru). Di wilayah Indonesia dan Asia Tenggara pada saat maghrib 16 Maret 2124 hilal tidak mungkin dapat dirukyat (akan dibuktikan nanti) karena posisi bulan masih terlalu rendah. Maka Ramadhan diistikmalkan menjadi 30 hari dan idul fitri pada 18 Maret 2124. Kriteria MABIMS jelas mempertimbangkan kepentingan pengamal rukyat, walau bisa dihisab dengan mudah.

Berikut cuplikan pertimbangan pemilihan kriteria KHGT:

Pertimbangan alternatif 1 dan alternatif 2 dalam pertimbangan KHGT jelas mengabaikan keberadaan pengamal rukyat. Alternatif 1 atau penerapan kriteria MABIMS sesungguhnya bisa mempersatukan pengamal rukyat (biasanya diwakili oleh ormas NU) dan pengamal hisab (diwakili ormas Persis). Alasan titik temu pengamal rukyat dan pengamal hisab itulah yang menjadi pertimbangan Pemerintah pada 2022 menetapkan kriteria MABIMS sebagai rujukan Kalender Hijriyah Standar Indonesia.

Alternatif 2 (penerapan KHGT) mengabaikan pengamal rukyat. Asumsi “bersatu secara internal (dalam negeri)” tidak mungkin terjadi karena pengamal rukyat di Indonesia (dan banyak negara) akan menolak konsep KHGT. Dengan KHGT, wilayah yang tidak mungkin bisa merukyat (karena posisi bulan rendah atau di bawah ufuk) dipaksa untuk memulai bulan baru. Jelas itu tidak mungkin terjadi.

Konsep wilayatul hukmi (seperti diberlakukan di Indonesia ketika Indonesia timur belum bisa merukyat, tetapi Indonesia barat sudah) dapat diberlakukan bila ada otoritas tunggal. Kaidah fikih “Keputusan hakim/otoritas mengikat dan menyelesaikan perbedaan” menjadi dasar penerapan wilayatul hukmi. Konsep “Wilayatul Hukmi Global” belum bisa diterapkan kalau otoritas global untuk penetapan awal bulan hijriyah belum terbentuk.