T. Djamaluddin
Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, LAPAN
Muzakarah Rukyat dan Takwim Islam negara-negara anggota MABIMS (Forum Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) pada 2-4 Agustus 2016 telah bersepakat untuk mengubah kriteria lama dengan kriteria baru. Kriteria lama MABIMS yang dikenal sebagai kriteria (2,3,8) adalah tinggi minimal 2o, jarak sudut bulan-matahari (elongasi) minimal 3o atau umur bulan minimal 8 jam. Draft keputusan Muzakarah mengusulkan kriteria baru: Tinggi hilal minimal 3o dan elongasi minimal 6,4o.
Alasan Ilmiah Kriteria Baru
Pada bulan Agustus 2015, Tim Pakar Astronomi yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia, terdiri dari Prof. Dr. Thomas Djamaluddin; Dr. Moedji Raharto; Dr. Ing. Khafid; Cecep Nurwendaya, MSi; Hendro Setyanto, MSi; Judhistira Aria Utama, Msi, telah menyusun Naskah Akademik Usulan Kriteria Astronomis Penentuan Awal Bulan Hijriyah. Dari kompilasi kesaksian hilal internasional, disimpulkan bahwa:
1. Beda tinggi bulan – matahari minimal untuk teramati pada saat maghrib dari penelitian Ilyas (1988) dan Caldwell dan Laney (2001) adalah 4o. Karena tinggi matahari saat terbenam adalah -50’, maka tinggi bulan minimal adalah 4o – 50’ = 3o 10’. Tinggi sabit hilal sebenarnya bergantung pada orientasi posisi bulan relatif terhadap matahari. Untuk memudahkan pada perhitungan, maka diusulkan kriteria tinggi minimal hilal dihitung dari pusat bulan dan dibulatkan menjadi 3o.
2. Elongasi bulan minimal dari penelitian Odeh (2006) adalah 6,4o.
Jadi draft MABIMS diusulkan disempurnakan dengan “ Kriteria imkan rukyat adalah ketinggian bulan minimal 3o dan elongasi bulan minimal 6,4o ”, dengan catatan tinggi bulan dihitung dari pusat piringan bulan ke ufuk dan elongasi dihitung dari pusat piringan bulan ke pusat piringan matahari.
Kesimpulan
Draft Keputusan Muzakarah MABIMS diusulkan untuk diterima dengan penyempurnaan sebagai berikut:
1. Kriteria imkan rukyat bagi negara-negara MABIMS dalam penentuan takwim hijriyah dan awal bulan hijriyah adalah ketinggian bulan minimal 3o dan elongasi minimal 6,4o.
2. Tinggi bulan dihitung dari pusat piringan bulan ke ufuk.
3. Elongasi (jarak sudut) dihitung dari pusat piringan bulan ke pusat piringan matahari.
Rujukan
Caldwell, JAR and Laney, CD 2001, “First Visibility of the Lunar crescent”, African Skies, No. 5, p. 15-25.
Ilyas, M. 1988, “Limiting Altitude Separation in the New Moon’s First Visibility Criterion”, Astron. Astrophys. Vol. 206, p. 133 – 135.
Odeh, MSH, 2006, “New Criterion for Lunar Crescent Visibility”, Experimental Astronomy, Vol. 18, p. 39 – 64.
Filed under: 2. Hisab-Rukyat |
[…] Muzakarah MABIMS pada Agustus 2016 merekomendasikan negara-negara anggota MABIMS untuk mengkaji kesimpulan Kongres Istanbul 2016 tersebut. […]
[…] https://tdjamaluddin.wordpress.com/2016/10/05/menuju-kriteria-baru-mabims-berbasis-astronomi/ […]
Kriteria MABIMS yang baru ini kapan akan diterapkan? Apabila menggunakan kriteria yang baru ini, Idul Fitri 1 Syawal 1438 H jatuh pada tanggal berapa masehi?
Pertemuan MABIMS November 2016 lalu di Malaysia memutuskan untuk meneruskan kajian sebelum ditetapkan. Semoga pada pertemuan berikutnya dapat ditetapkan.
Untuk 1438, dengan menggunakan kriteria baru tersebut, 1 Syawal jatuh pada 26 September 2016, berbeda dengan kriteria lama yang jatuh pada 25 September (Lihat https://tdjamaluddin.wordpress.com/2016/04/18/perhitungan-awal-ramadhan-syawal-dan-dzulhijjah-1437-h-dan-kalender-1438-h/ ).
Apalagi kalender hijriyah global hasil konferensi Turki ya. Entah kapan kita punya kalender yang disepakati semua. 😦
Prof, mengapa hasil keputusan ini belum di post di website MABIMS? sekian. Trims.
Karena itu masih draft yang belum ditetapkan secara resmi.
Prof, mengapa keputusan ini belum di post di website MABIMS? Sekian. Trims
Karena itu masih draft yang belum ditetapkan secara resmi.
Saya baca berita di: http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/16/12/06/ohr7il396-mabims-hasilkan-delapan-bidang-kerja-sama-20162020 disebutkan: “Semua negara MABIMS akan membuat kajian lanjutan dalam menetapkan kriteria imkanur rukyah berdasarkan ketinggian hilal tiga derajat dari ufuk, dan jarak jarak lengkung bulan ke matahari tidak kurang dari 6,4 derajat.”. Sejauh ini kajian di Indonesia sudah sampai mana?
[…] https://tdjamaluddin.wordpress.com/2016/10/05/menuju-kriteria-baru-mabims-berbasis-astronomi/ […]
[…] Merujuk Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 2/2004, pada Agustus 2015 telah dilaksanakan Halaqoh “Penyatuan Metode Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah” oleh Majelis Ulama Indonesia dan Ormas-ormas Islam bersama Kementerian Agama RI di Jakarta. Fatwa No 2.2004 tersebut merekomendasikan “Agar Majelis Ulama Indonesia mengusahakan adanya kriteria penentuan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah untuk dijadikan pedoman oleh Ment eri Agama dengan membahasnya bersama ormas-ormas Islam dan para ahli terkait”. Halaqoh tersebut ditindaklanjuti dengan pertemuan Pakar Astronomi untuk penentuan kriteria awal bulan Hijriyah untuk disampaikan kepada MUI sebelum Munas 2015. Tim pakar astronomi berhasil merumuskan Naskah Akademik Usulan Kriteria Astronomi Penentuan Awal Bulan Hijriyah. Naskah akademik itu disiapkan untuk dibahas dalam Munas MUI 2015, namun belum bisa diterima. Namun substansinya telah dibawa ke pertemuan teknis MABIMS yang akhirnya disepakati secara teknis MABIMS pada 2016. […]
[…] hilal baru di Indonesia menurut Prof. Thomas Jamaluddin mengacu pada kesepakatan Muzakarah Rukyat dan Takwim Islam negara-negara anggota MABIMS […]
[…] Menuju Kriteria Baru MABIMS Berbasis Astronomi […]
[…] usulan kriteria itu terus dibahas secara langsung atau pun tidak langsung. Alhamdulillah pada 2016 konsep itu bisa diterima dalam pertemuan teknis MABIMS, walau tidak secara langsung merujuk konsep Indonesia. Pada 2017 kriteria [3-6,4] juga diusulkan […]
[…] Menuju Kriteria Baru MABIMS Berbasis Astronomi […]